Sabtu, 26 Februari 2011

MEMERIKSA EJAAN, TANDA BACA DAN LOGIKA (tulisan)

MEMERIKSA EJAAN, TANDA BACA DAN LOGIKA
Di bawah berikut ini merupakan kalimat dari penggalan paragraph dari suatu tajuk rencana.
Di Kabupaten Kebumen, seperti kita baca di halaman pertama harian ini Rabu (24/10) kemarin, telah terjadi banjir besar yang merendam area luas sehingga 18.000 penduduk Kabupaten tersebut harus diungsikan. Banjir itu sendiri disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus selama tiga hari.
Adakah kesalahan ejaan dalam kalimat tersebut? Apabila cermat membacanya, kamu akan menemukan kesalahan-kesalahan penggunaan ejaan, yaitu pada kata kabupaten.
Kata kabupaten pada kalimat tersebut tidak perlu menggunakan huruf capital karena tidak diikuti dengan nama tempat.
Cermatilah potongan paragraph di bawah ini:
Bukan sekedar sok bertekhnologi canggih, tetapi informasi tersebut benar-benar ingin kita manfaatkan untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam menghadapi setiap kemungkinan bencana.
Adakah sesuatu yang salah dalam kalimat tersebut? Seandainnya mengamati dengan baik, kamu akan menemukan kesalahan adalah dalam kalimat tersebut.
Siapakah yang mempunyai keinginan dalam kalimat tersebut? Jelaslah, yang mempunyai keinginan dalam kalimat itu informasi, bukan kita. Untuk menghindari kesalahan berlogika, sebaiknya kata ingin tidak digunakan dalam kalimat pasif.
Penggunaan kata depan dari, di, ke dalam ejaan:
Kata depan di, ke, dari ketiganya menunjukan arah atau tempat.
di – berada pada suatu tempat
ke – menuju arah atau tempat
dari – menyatakan asal
perhatikan contoh pemakaiannya dalam kalimat:
a. Ayah tidak berada di rumah ketika seorang tamu datang.
b. Di toko banyak dijual berbagai barang.
c. Sepeninggal kedua orang tuannya, anak kecil itu berniat pulang ke kampung.
d. Kamu tidak pergi ke sekolah bersamanya.
e. Dari Jakarta tamu Negara berkunjung ke Bali.
f. Pelamar kerja yang beratus-ratus jumlahnya menunggu panggilan dengan sabar dari jam 8.00 hingga jam 14.00.

Ejaan: Menulis angka dan bilangan
Tentang penulisan angka dan bilangan kita ikuti apa yang tercantum dalam Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan.
a. Angka lazim dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen atau kamar pada alamat.
Misalnya: Jalan Tanah Abang 1 No.15
Hotel Indonesia, Kamar 169
b. Angka digunakan juga untuk menomori karangan atau bagiannya
Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 152
Surah Yasin:9
c. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
• Bilangan utuh
Misalnya: 12 dua belas
22 dua puluh dua
• Bilangan pecahan
Misalnya: ½ setengah
¾ tiga perempat


Sumber: Ganeca Excact Bandung, Dra. Suparni
Yudistira, P. Tukan, S.pd.

NAMA : WISDA APRIANA
KELAS : 3EA10
NPM : 11208294

Menggunakan kalimat bentuk aktif dan pasif dengan memperhatikan ketetapan bentuk dan strukturnya (tulisan)

Menggunakan kalimat bentuk aktif dan pasif dengan memperhatikan ketetapan bentuk dan strukturnya.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
1. a. Kami tegaskan bahwa kami bersedia mengadakan kesepakatan.
b. Kami menegaskan bahwa kami bersedia mengadakan kesepakatan.
2. a. Apakah belum kamu ketahui bahwa tes sumatif akan segera berlangsung?
b. Kami mengetahui bahwa tes sumatif akan segera berlangsung.
3. a. Persoalannya saya serahkan kepada ketua OSIS.
b. Saya menyerahkan persoalan itu sepenuhnya kepada ketua OSIS.
Masih sering dikacaukan bentuk-bentuk kalimat 1a, 2a, 3a dengan kalimat 1b, 2b, dan 3b. Bila pertanyaan diajukan: apa subjek dari kalinat-kalimat di atas, banyak yang menjawab: kami (kalimat 1a dan 1b), kamu (kalimat 2a dan 2b), saya (kalimat 3a dan 3b). Apa benar demikian?
Untuk kalimat no. 1b, 2b, dan 3b memang benar. Sedang untuk kalimat 1a, 2a, dan 3a:kami, kamu dan saya bukan subjek. Mari kita telaah lebih lanjut.

Bentuk kalimat pasif
Kalimat pasif secara tradisional dapat dinyatakan dengan:
1. ku, kau di
Telah kuterima kiriman buku itu.
Telah kauterima kiriman buku itu.
Telah diterimakiriman buku itu.

2. saya, engkau, dia
Keterangan pemerintah telah saya pahami.
Keterangan pemerintah telah engkau pahami.
Keterangan pemerintah telah dia pahami.
(bentuk yang berakhir ini tidak baku)
3. perfiks ter-
Pengumuman tertulis besar-besar di papan tulis.
Bentuk no.1 dan no.2 pada hakekatnya sama juga. Hanya saja bentuk no.1 merupakan bentuk ringkas: ku dari aku, kau dari engkau, dan di (secara teoritis) dari dia.
Bentuk no.2 menimbulkan variasi sehingga kita jumpai kalimat-kalimat:
Keterangan pemerintah telah kami pahami.
Keterangan pemerintah telah kamu pahami.
Dari uraian di atas jelas bahwa bentuk-bentuk seperti saya pahami, engkau pahami, kami pahami, dan kamu pahami merupakan bentuk pasif. Oleh sebab itu harus benar-benar dibedakan dengan bentuk saya memahami, engkau memahami, kami memahami, dan kamu memahami, yang merupakn bentuk aktif.
Hubungan antara saya, engkau, kami, kamu dengan kata kerja yang mengikutinya dalam bentuk pasif sangat erat. Seperti halnya hubungan antara ku, kau di dengan kata kerja yang mengikutinya. Hubungan itu sangat erat dan tidak dapat dissipkan suatu kata pun diantaranya, termasuk kata-kata penunjuk aspek yang sering kita jumpai dalam kebahasan sehari-hari. Masalah inilah yang sering dilupakan, sehingga tidak heran kita jumpai kalimat-kalimat seperti:
Saya telah katakana hal itu kepadanya.
Kamu belum tuliskan nama pada kertas ujianmu
Kami akan jelaskan kejadian itu nanti.
Kalimat itu harus diubah menjadi:
Telah saya katakana hal itu kepadanya.
Belum kamu tuliskan nama pada kertas ujianmu.
Kejadian itu akan kami jelaskan nanti.
Bagaimana pendapat anda dengan kalimat di bawah ini:
Pemerintah telah umumkan bahwa libur semester akan jatuh pada pertengahan bulan Desember.
Tentu anda berpendapat bahwa kalimat itu salah. Dan memang benar. Kalimat itu harus diperbaiki menjadi:
Pemerintah telah mengumumkan bahwa libur semester akan jatuh pada pertengahan bulan Desember (kalimat aktif)
Atau
Telah diumumkan oleh pemerintah bahwa libur semester akan jatuh pada pertengahan bulan Desember (kalimat pasif)
Suatu hal lagi perlu diperbincangkan di sini ialah bentuk pasif pelaku pertama tunggal (saya…), pasif pelaku pertama jamak (kami…) dan pasif pelaku kedua (kamu…).
Novel Salah Asuhan telah dibaca oleh saya.
Tugas kelompok telah dikerjakan oleh kami.
Apakah telah dicatat oleh kamu keterangan tadi?
Pada contoh-contoh ini kita lihat penggunaan kalimat pasif dibaca oleh saya, dikerjakan oleh kami, dicatat oleh kamu, yang merupakan gabungan bentuk pasif pelaku ketiga (dengan di) dengan bentuk pasif pelaku kesatu (dengan saya dan kami) dan bentuk pasif pelaku kedua (dengan kamu). Dengan sendirinya: dibaca oleh saya, dikerjakan oleh kami, dan dicatat oleh kamu merupakan bentuk yang rancu, yang harus dihindari. Kalimat di atas di perbaiki menjadi:
Novel Salah Asuhan telah saya baca.
Tugas kelompok telah kami kerjakan.
Apakah telah kamu catat keterangan tadi?

Sumber : GANECA EXACT BANDUNG
Karangan: Dra.Suparni
NAMA : WISDA APRIANA
KELAS : 3EA10
NPM : 11208294

JENIS-JENIS KARANGAN DALAM BAHASA INDONESIA (tugas)

JENIS-JENIS KARANGAN DALAM BAHASA INDONESIA
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga jenis karangan yaitu :
• Karangan ilmiah
• Karangan semi ilmiah
• Dan karangan non ilmiah
1. KARANGAN ILMIAH
Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang baik dan benar. Adapun jenis karangan ilmiah yaitu:
• Makalah: karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan).
• Kertas kerja: makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya.
• Skripsi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat orang lain.
• Tesis: karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi.
• Disertasi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi yang terinci.
2. KARANGAN SEMI ILMIAH
Semi Ilmiah adalah karangan ilmu pengatahun yang menyajikan fakta umum dan menurut metodologi panulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel dan roman. Karakteristiknya berada diantara ilmiah dan non ilmiah. Contohnya seperti:
editorial, opini, reportase, artikel.

3. KARANGAN NON ILMIAH
Non Ilmiah (Fiksi) adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta pribadi dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konfliks, klimaks, setting.
DAFTAR PUSTAKA
• www.google.com


nama: wisda apriana
kelas : 3ea10
npm : 11208294

Jumat, 18 Februari 2011

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF (BAHASA INDONESIA)

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Bernalar adalah suatu proses berpikir yang menyangkut cara mengambil/menarik suatu kesimpulan sebagai suatu pengetahuan menurut suatu alur atau kerangka berpikir tertentu. Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Dan didalam penalaran itu sendiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Dapat berfikir secara logis
• Mempunyai sifat analitik dari proses berfikirnya
Dan pengetahuan yang di peroleh dari suatu penalaran dapat bersumber dari rasio dan fakta.
Rasio merupakan sumber penalaran yang mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan fakta merupakan sumber penalaran yang mengembangkan paham empirisme.
Dalam hal ini penalaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Penalaran Induktif
Proses penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang kasus-kasus individual (khusus). Penalaran induktif berkaitan erat dengan pengamatan inderawi (observasi) atas kasus-kasus sejenis lalu disusunlah pernyataan-pernyataan yang sejenis pula sebagai dasar untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum.
b) Penalaran Deduktif
Dalam penalaran deduktif, penarikan kesimpulan bertitik tolak dari penyataan-pernyataan yang bersifat umum, kita menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif memakai pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri dari tiga penyataan. Dalam silogisme itu, dari dua penyataan yang sudah diketahui (premis), kita turunkan pernyataan yang ketiga (kesimpulan).
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status social.
Berikut merupakan perbedaan yang terdapat pada penalaran induktif dan deduktif :
Induktif Deduktif
Proses pemikiran yang di dalamnya akal kita bertolak dari pengetahuan tentang beberapa kejadian/peristiwa/hal yang lebih konkret atau “khusus” lalu menyimpulkan hal yang lebih “umum”. Proses pemikiran yang di dalamnya akal kita bertolak dari pengetahuan yang lebih “umum” untuk menyimpulkan hal yang lebih “khusus”.
Kesimpulan dalam penalaran induktif bersifat generalisasi, sintesis karena itu tidak menjamin kepastian mutlak. Kesimpulan dalam penalaran deduktif bersifat analitis karena itu pasti seratus persen kalau argumentasinya sahih dari sudut logika formal.
Penalaran induktif tidak bersifat sahih/tidak sahih melainkan apakah satu penalaran induktif lebih probabel (tergantung sampel yang dijadikan alasan penyimpulan) dari yang lain. Tinggi rendahnya kadar kebolehjadian dalam kesimpulan bergantung pada alasan. Kalau alasan cukup, kesimpulan benar, kalau alasan tidak cukup kesimpulan mungkin benar. Penalaran deduktif bersifat sahih kalau kesimpulan relevan pada alasan/premis atau tidak sahih kalau kesimpulan tidak relevan pada proses.
Penalarn induktif tidak bisa siap dipakai untuk membenarkan induksi. Penalaran deduktif adalah dasar untuk membangun dan menilai prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.


Penutup
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak.
Daftar pustaka
• Jujun S. Suriasumantri. Ilmu dalam Persfektif. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005
• www.google.com